Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia
1. Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Bangsa Indonesia
Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana
tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafata
hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan
yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan
persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan
merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti
akan timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun
persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa
di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki
pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi,
sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan
berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya.
Dalam pergaulan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang
dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan
gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada
akhirnya pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai
yang dimiliki suatu bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan
menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
Kita merasa bersyukur bahwa pendahulu-pendahulu kita, pendiri-pendiri Republik
ini dapat menunjukkan secara jelas apa sesungguhnya pandangan hidup bangsa kita
yang kemudian kita namakan Pancasila. Seperti yang ditujukan dalam ketetapan
MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,
pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita.
Disamping itu maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa
Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan
cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berurat/berakar di
dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan
bahwa hidup manusia ini akan mencapai kebahagiaan jika kita dapat baik dalam
hidup manusia sebagai manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan
Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.
Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang, dengan
memberikan segala pengorbanan dan menahan segala macam penderitaan. Bangsa
Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan
hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita
hidup di masa datang yang secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri.
Sebab itu bangsa Indonesia lahir dengan kepribadiannya sendiri yang bersamaan
lahirnya bangsa dan negara itu, kepribadian itu ditetapkan sebagai pandangan
hidup dan dasar negara Pancasila. Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara
mendadak pada tahun 1945, melainkan telah berjuang, dengan melihat pengalaman
bangsa-bangsa lain, dengan diilhami dengan oleh gagasan-gagasan besar dunia,
dengan tetap berakar pada kepribadian bangsa kita dan gagasan besar bangsa kita
sendiri.
Karena Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian
bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup
ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam
rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang pernah kita miliki yaitu
dalam Pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah Konstitusi RIS 1949, serta dalam
Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia 1950, Pancasila itu tetap tercantum
didalamnya, Pancasila yang lalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu,
Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama saat-saat terjadi krisis
nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah
sebagai dasar kerohanian negara, dikehendaki oleh bangsa Indonesia karena
sebenarnya ia telah tertanam dalam kalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia juga
merupakan dasar yang mamapu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
2. Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik
Indonesia
Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal
1 Juni 1945 adalah dikandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia
merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan
kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar
itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan
politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya.
Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai
dasar negara Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada
tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD
RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung
unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan
negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa.
Peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan
menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan
dan perkembangan negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada UUD.
Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan
organik yang menjadi pelaksanaan dari UUD.
Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan
menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar
negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut,
maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR,
Undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya)
yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula
sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi
dan tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh
menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966
ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber hukum (sumber
hukum formal, undang-undang, kebiasaan, traktat, jurisprudensi hakim, ilmu
pengetahuan hukum).
Di sinilah tampak titik persamaan dan tujuan antara jalan yang
ditempuh oleh masyarakat dan penyusun peraturan-peraturan oleh negara dan
pemerintah Indonesia.
Adalah suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia berdiri di
atas fundamen yang kuat, dasar yang kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu
bukanlah meniru suatu model yang didatangkan dari luar negeri.
Dasar negara kita berakar pada sifat-sifat dan cita-cita hidup
bangsa Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa
Indonesia, yang hidup di tanah air kita sejak dahulu hingga sekarang.
Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya
memuaskan bangsa Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima
oleh bangsa-bangsa lain sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal
dan akan mempengaruhi hidup dan kehidupan bangsa dan negara kesatuan Republik
Indonesia secara kekal dan abadi.
3. Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa
Indonesia
Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan
kepribadian Indonesia ialah : Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang
membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri
khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan
perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang
ditentukan oleh kehidupan budi bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat,
lingkungan dan suasana waktu sepanjang masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak
dahulu kala bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu,
Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda dan lain-lain) namun kepribadian bangsa
Indonesia tetap hidup dan berkembang. Mungkin di sana-sini, misalnya di
daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi
oleh unsur-unsur asing, namun pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam
kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari
bangsa-bangsa lain. Apabila kita memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka
akan tampak dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari
bangsa kita.
Demikianlah, maka Pancasila yang kita gali dari bumi Indonesia
sendiri merupakan :
a. Dasar negara kita, Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang
berlaku di negara kita.
b. Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita serta memberi petunjuk dalam
masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya.
c. Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa
Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri
khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat
kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain bersifat
universal, yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi
kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang
menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
d. Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa
Indonesia, yakni suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan
Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,
berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa
yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia
yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
e. Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang
dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar
karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa
Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena
Pancasila itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah
perjuangan bangsa.
Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana kita memahami,
menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini
maka Pancasila hanya akan merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis
dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan perumusan yang beku dan mati, serta
tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita.
Apabila Pancasila tidak menyentuh kehidupan nyata, tidak kita
rasakan wujudnya dalam kehidupan sehari-hari, maka lambat laun kehidupannya
akan kabur dan kesetiaan kita kepada Pancasila akan luntur. Mungkin Pancasila
akan hanya tertinggal dalam buku-buku sejarah Indonesia. Apabila ini terjadi
maka segala kesalahan akan melekat pada kita yang hidup di masa kini, pada
generasi yang telah begitu banyak berkorban untuk menegakkan dan membela
Pancasila.
Akhirnya perlu juga ditegaskan, bahwa apabila dibicarakan
mengenai Pancasila, maka yang kita maksud adalah Pancasila yang dirumuskan
dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah
yang kita gunakan, sebab rumusan yang demikian itulah yang ditetapkan oleh
wakil-wakil bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Seperti yang telah ditunjukkan oleh Ketetapan
MPR RI No. XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang
bulat dan utuh dari kelima silanya. Dikatakan sebagai kesatuan yang bulat dan
utuh, karena masing-masing sila dari Pancasila itu tidak dapat dipahami dan
diberi arti secara sendiri-sendiri, terpisah dari keseluruhan sila-sila
lainnya. Memahami atau memberi arti setiap sila-sila secara terpisah dari
sila-sila lainnya akan mendatangkan pengertian yang keliru tentang Pancasila.
Falsafah Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia
Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia,
dapatlah kita temukan dalam beberapa dokumen historis dan di dalam
perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini :
a. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
b. Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945
alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945
(terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta).
c. Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
d. Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS)
tanggal 27 Desember 1945, alinea IV.
e. Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI)
tanggal 17 Agustus 1950.
f. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI
tanggal 5 Juli 1959.
Mengenai perumusan dan tata urutan Pancasila yang tercantum
dalam dokumen historis dan perundang-undangan negara tersebut di atas adalah
agak berlainan tetapi inti dan fundamennya adalah tetap sama sebagai berikut :
1. Pancasila Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1
Juni 1945 Oleh Ir. Soekarno
Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk
pertamakalinya mengusulkan falsafah negara Indonesia dengan perumusan dan tata
urutannya sebagai berikut :
a. Kebangsaan Indonesia.
b. Internasionalisme atau Prikemanusiaan.
c. Mufakat atau
Demokrasi.
d. Kesejahteraan sosial.
e. Ketuhanan.
2. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Naskah Politik
Yang Bersejarah (Piagam Jakarta Tanggal 22 Juni 1945)
Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) yang Istilah
Jepangnya Dokuritsu Jumbi Cosakai, telah membentuk beberapa panitia kerja yaitu
:
a. Panitia Perumus terdiri atas 9 orang tokoh, pada tanggal 22 Juni
1945, telah berhasil menyusun sebuah naskah politik yang sangat bersejarah
dengan nama Piagam Jakarta, selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah
itulah yang ditetapkan sebagai naskah rancangan Pembukaan UUD 1945.
b. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir.
Soekarno yang kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai oleh
Prof. Mr. Dr. Soepomo, Panitia ini berhasil menyusun suatu rancangan UUD-RI.
c. Panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Mohammad
Hatta.
d. Panitia Pembelaan Tanah Air, yang diketuai oleh Abikusno
Tjokrosujoso.
Untuk pertama kalinya falsafah Pancasila sebagai falsafah negara
dicantumkan autentik tertulis di dalam alinea IV dengan perumusan dan tata
urutan sebagai berikut :
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab.
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan
5. Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
3. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945
Sesudah BPPK (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan)
merampungkan tugasnya dengan baik, maka dibubarkan dan pada tanggal 9 Agustus
1945, sebagai penggantinya dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia).
Pada tanggal 17 Agustus 1945, dikumandangkan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno di Pengangsaan Timur 56 Jakarta yang
disaksikan oleh PPKI tersebut.
Keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan
sidangnya yang pertama dengan mengambil keputusan penting :
a. Mengesahkan dan menetapkan Pembukaan UUD 1945.
b. Mengesahkan dan menetapkan UUD 1945.
c. Memilih dan mengangkat Ketua dan Wakil Ketua PPKI yaitu Ir.
Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, masing-masing sebagai Presiden RI dan Wakil
Presiden RI.
Tugas pekerjaan Presiden RI untuk sementara waktu dibantu oleh
sebuah badan yaitu KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan pada tanggal 19
Agustus 1945 PPKI memutuskan, Pembagian wilayah Indonesia ke dalam 8 propinsi
dan setiap propinsi dibagi dalam karesidenan-karesidenan. Juga menetapkan
pembentukan Departemen-departemen Pemerintahan.
Dalam Pembukaan UUD Proklamasi 1945 alinea IV yang disahkan oleh
PPPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itulah Pancasila dicantumkan secara resmi,
autentik dan sah menurut hukum sebagai dasar falsafah negara RI, dengan
perumusan dan tata urutan sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
4. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah
Konstitusi RIS 1949
Bertempat di Kota Den Haag (Netherland / Belanda) mulai tanggal
23 Agustus sampai dengan tanggal 2 September 1949 diadakan KMB (Konferensi Meja
Bundar). Adapun delegasi RI dipimpin oleh Drs.
Mohammad Hatta, delegasi BFO (Bijeenkomstvoor Federale Overleg) dipimpin oleh
Sutan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin oleh Van Marseveen.
Sebagai tujuan diadakannya KMB itu ialah untuk menyelesaikan
persengketaan antara Indonesia dengan Belanda secepatnya dengan cara yang adil
dan pengakuan akan kedaulatan yang penuh, nyata dan tanpa syarat kepada RIS
(Republik Indonesia Serikat). Salah satu hasil keputusan pokok dan penting dari
KMB itu, ialah bahwa pihak Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia
sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali oleh Kerajaan Belanda
dengan waktu selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Demikianlah pada
tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam Belanda, Ratu Yuliana menandatangani
Piagam Pengakuan Kedaulatan Negara RIS.
Pada waktu yang sama dengan KMB di Kota Den Haag, di Kota
Scheveningen (Netherland) disusun pula Konstitusi RIS yang mulai berlaku pada
tanggal 27 Desember 1949. Walaupun bentuk negara Indonesia telah berubah dari
negara Kesatuan RI menjadi negara serikat RIS dan Konstitusi RIS telah disusun
di negeri Belanda jauh dari tanah air kita, namun demikian Pancasila tetap
tercantum sebagai dasar falsafah negara di dalam Mukadimah pada alinea IV Konstitusi
RIS 1949, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Prikemanusiaan
3. Kebangsaan.
4. Kerakyatan.
5. Keadilan Sosial.
5. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah UUD Sementara
RI (UUDS-RI 1950)
Sejak Proklamasi Kemerdekaannya, bangsa Indonesia menghendaki
bentuk negara kesatuan (unitarisme) oleh karena bentuk negara serikat
(federalisme) tidaklah sesuai dengan cita-cita kebangsaan dan jiwa proklamasi.
Demikianlah semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap membara dan
meluap, sebagai hasil gemblengan para pemimpin Indonesia sejak lahirnya Budi
Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, kemudian dikristalisasikan dengan Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928, Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa.
Oleh karena itu pengakuan kedaulatan negara RIS menimbulkan
pergolakan-pergolakan di negara-negara bagian RIS untuk bersatu dalam bentuk
negara kesatuan RI sesuai dengan Proklamasi Kemerdekaan RI. Sesuai Konstitusi,
negara federal RIS terdiri atas 16 negara bagian. Akibat pergolakan yang
semakin gencar menuntut bergabung kembali pada negara kesatuan Indonesia, maka
sampai pada tanggal 5 April 1950 negara federasi RIS, tinggal 3 (tiga) negara
lagi yaitu :
1. RI Yogyakarta.
2. Negara Sumatera Timur (NST).
3. Negara Indonesia Timur (NIT).
Negara federasi RIS tidak sampai setahun usianya, oleh karena
terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyampaikan Naskah
Piagam, pernyataan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
berarti pembubaran Negara Federal RIS (Republik Indonesia Serikat).
Pada saat itu pula panitia yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr.
Soepomo mengubah konstitusi RIS 1949 (196 Pasal) menjadi UUD RIS 1950 (147
Pasal).
Perubahan bentuk negara dan konstitusi RIS tidak mempengaruhi
dasar falsafah Pancasila, sehingga tetap tercantum dalam Mukadimah UUDS-RI
1950, alinea IV dengan perumusan dan tata urutan yang sama dalam Mukadimah
Konstitusi RIS yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Prikemanusiaan
3. Kebangsaan.
4. Kerakyatan.
5. Keadilan Sosial.
6. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang
Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan
menyusun UUD baru.
Pada akhir tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di
Indonesia dan Konstituante yang dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10
November 1956.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan selanjutnya.
Konstituante gagal membentuk suatu UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950.
Dengan kegagalan konstituante tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1950 Presiden
RI mengeluarkan sebuah Dekrit yang pada pokoknya berisi pernyataan :
a. Pembubaran Konstuante.
b. Berlakunya kembali UUD 1945.
c. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
d. Akan dibentuknya dalam waktu singkat MPRS dan DPAS.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, secara yuridis, Pancasila
tetap menjadi dasar falsafah negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
alinea IV dengan perumusan dan tata urutan seperti berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha
Esa.
2. Kemanusiaan yang adil
dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 1968,
tertanggal 13 April 1968, perihal : Penegasan tata urutan/rumusan Pancasila
yang resmi, yang harus digunakan baik dalam penulisan, pembacaan maupun
pengucapan sehari-hari. Instruksi ini ditujukan kepada : Semua Menteri Negara
dan Pimpinan Lembaga / Badan Pemerintah lainnya.
Tujuan dari pada Instruksi ini adalah sebagai penegasan dari
suatu keadaan yang telah berlaku menurut hukum, oleh karena sesuai dengan asas
hukum positif (Ius Contitutum), UUD 1945 adalah
konstitusi Indonesia yang berlaku sekarang. Dengan demikian secara yuridis
formal perumusan Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang
harus digunakan, walaupun sebenarnya tidak ada di dalam Instruksi Presiden RI
No. 12/1968 tersebut.
Prof. A.G. Pringgodigdo, SH dalam bukunya “Sekitar Pancasila”
peri-hal perumusan Pancasila dalam berbagai dokumentasi sejarah mengatakan
bahwa uraian-uraian mengenai dasar-dasar negara yang menarik perhatian ialah
yang diucapkan oleh :
1. Mr. Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945.
2. Prof. Mr. Dr. Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945.
3. Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.
Walaupun ketiganya mengusulkan 5 hal pokok untuk sebagai
dasar-dasar negara merdeka, tetapi baru Ir. Soekarno yang mengusulkan agar 5
dasar negara itu dinamakan Pancasila dan bukan Panca Darma.
Jelaslah bahwa perumusan 5 dasar pokok itu oleh ketiga tokoh
tersebut dalam redaksi kata-katanya berbeda tetapi inti pokok-pokoknya adalah
sama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Prikemanusiaan atau Internasionalisme,
Kebangsaan Indonesia atau Persatuan Indonesia, Kerakyatan atau Demokrasi dan
Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 menegaskan :
Maksud Pancasila adalah philosophschegrondslag itulah
fundament falsafah, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung
“Indonesia Merdeka Yang Kekal dan Abadi”.
Prof. Mr. Drs. Notonagoro dalam pidato Dies Natalis Universitas
Airlangga Surabaya pada tanggal 10 November 1955 menegaskan : “Susunan
Pancasila itu adalah suatu kebulatan yang bersifat hierrarchies dan piramidal
yang mengakibatkan adanya hubungan organis di antara 5 sila negara kita”.
Prof. Mr. Muhammad Yamin dalam bukunya “Proklamasi dan
Konstitusi” (1951) berpendapat : “Pancasila itu sebagai benda rohani yang tetap
dan tidak berubah sejak Piagam Jakarta sampai pada hari ini”.
Kemudian pernyataan dan pendapat Prof. Mr. Drs. Notonagoro dan
Prof. Mr. Muhamamd Yamin tersebut diterima dan dikukuhkan oleh MPRS dalam
Ketetapan No. XX/MPRS/1960 jo Ketetapan No. V/MPR/1973.